Wednesday, April 17, 2013

Jika Subsidi BBM Dicabut, Setujukah Anda?



Akhir-akhir ini, isu mengenai pencabutan subsidi BBM kembali muncul ke permukaan. Saya melihat saat ini sebagian kecil masyarakat (teman dan lingkungan saya) mulai menerima pencabutan subsidi ini. Mengapa? Apakah masyarakat sudah mulai acuh terhadap masalah ini yang selalu berakhir tidak jelas. 

Menurut saya, BBM sendiri sudah tidak layak disubsidi (BBM bersubsidi seperti Premium dan Solar). Premium dan Solar tersebut banyak digunakan secara tidak bijak, yaitu BBM yang seharusnya digunakan untuk kaum tertentu malah digunakan untuk kaum lainnya. Secara harfiah, subsidi BBM sesungguhnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Lalu muncul pertanyaan seperti, “Lalu kenapa dicabut? Bukankah kalau dicabut akan mengurangi kesejahteraan rakyat? “. Saya akan mencoba menjelaskan menurut hemat saya. Saya sendiri mengartikan “mensejahterakan rakyat” itu sebagai proses untuk membuat sejahtera, dari belum sejahtera menjadi sejahtera. Tapi, BBM sendiri secara kuantitas lebih banyak digunakan oleh “yang sudah sejahtera”, bahkan BBM masih digunakan oleh “yang sudah jauh lebih dari sejahtera”. Jadi, apakah masih sejalan dengan tujuan? Saya pikir tidak. Saya sendiri kaget saat mendengar jawaban saat bertanya-tanya kepada orang di sekitar saya yang menurut saya masih perlu mendapatkan bantuan subsidi BBM untuk mereka. Beberapa dari mereka setuju pencabutan ini dilakukan. Alasannya sederhana, lebih baik beli BBM non subsidi, naik angkutan kota (angkot), atau ditabung daripada uangnya digunakan untuk rokok, judi, main cewe, dll. 
Jawaban atau pernyataan tersebut memang tidak bisa mewakili ratusan ribu atau lebih rakyat yang ada pada kondisi setara atau bahkan lebih buruk. Tetapi setidaknya, saya tahu bahwa masih ada orang dengan status kesejahteraan yang dibawah rata-rata mengeluarkan pernyataan tersebut. 

Saya sendiri mengakui masih menggunakan Premium. Alasannya adalah “kan masih ada Premium, ngapain pake Pertamax”. Saya yakin mayoritas pengguna Premium saat ini beralasan sama seperti saya dibandingkan alasan karena memang tidak mampu. Lalu, bagaimana kalau subsidi dicabut? Nantinya, setelah dicabut pun, saya masih akan menggunakan Premium asal harganya masih dibawah Pertamax. Alasan saya lebih karena karakter kendaraan yang saya gunakan yang kurang cocok menggunakan oktan tinggi. Jika mau menggunakan oktan tinggi, engine-nya harus dimodifikasi dan memerlukan biaya lagi. 
Saya malah berpikir, pencabutan ini nantinya akan bersifat “memaksa” ke rakyat untuk menggunakan Pertamax. Kenapa harus dipaksa? Karena karakter bangsa kita seperti itu. Aturan tidak bisa ditegakkan tanpa adanya paksaan atau hukuman. Contoh saja, dari kejadian sehari-hari, siapa yang tidak tahu arti dari lampu merah yang menyala di persimpangan? Bahkan anak kecil yang belum bisa mengendarai motor atau mobil pun tahu. Tapi apa kenyataannya? Jika tidak ada polisi yang “nongkrong” di seberang, hampir dipastikan banyak  yang menerobos lampu merah tersebut. 

Pencabutan subsidi berarti akan ada dana yang sangat besar yang tidak digunakan oleh Pemerintah. Lalu untuk apakah dana “segar” itu? Ini adalah persoalan yang menurut saya lebih rumit daripada sekedar mencabut subsidi BBM. Yang terpikir oleh saya adalah mengalirkan dana lain ke sector lain seperti transportasi umum, pendidikan, pangan, atau pertahanan negara. Saya akan menjelaskan jika dana tersebut berbelok ke salah satu sector yaitu transportasi umum. Bukankah mungkin jika suatu saat nanti, transportasi umum kita akan semudah dan senyaman di negara tetangga seperti Malaysia atau bahkan Singapura? Bisa saja dana ini digunakan untuk memperbaiki angkutan umum yang sudah tua (meremajakan), menambah trayek, menambah gaji supir atau pegawai sejenisnya, menambah sistem baru (monorail maupun kereta cepat dengan jalur baru baik dalam maupun luar kota). Meremajakan angkutan akan mengurangi angka kecelakaan yang disebabkan hal teknis serta meningkatkan kenyamanan dan keamanan penumpang. Menambah gaji supir atau membuat gaji supir menjadi gaji tetap, nantinya mungkin akan berdampak positif ke kenyamanan penumpang. Supir angkot tidak lagi dikejar setoran yang membuat supir lebih lihai daripada Fernando Alonso. Angkot menjadi lebih tertib dan bisa berhenti di tempat yang ditentukan, karena sudah tidak terlalu “menggebu-gebu” dalam mencari penumpang. Menambah trayek serta menambah sistem baru akan mempermudah penumpang untuk berpergian. Dengan banyaknya serta mudahnya menggunakan transportasi umum, dengan sendirinya akan mengurang populasi kendaraan di jalan yang kemudian membuat jalanan lebih lengang. Semua hal yang saya jelaskan di atas akan membuat mindset masyarakat berubah menjadi “lebih enak naik transportasi umum yang lebih mudah, aman, nyaman, daripada naik kendaraan pribadi”. Jika mindset tersebut sudah tertanam dibanyak masyarakat, sudah dipastikan bahwa rencana ini berhasil. 

Jika dana tersebut dialihkan, akan muncul lagi persoalan. Akankah dana yang dialihkan tersebut 100% tersampaikan ke tujuannya tanpa ada potongan-potongan gelap? Ini saya hanya bisa berdoa, karena ini menyangkut jalan pikiran, ibadah, serta iman dari masing-masing orang yang bersangkutan. 

Jadi, akhir kata, saya setuju Subsidi BBM dicabut asalkan dana tersebut tidak "menguap" hilang ditelan angin dan ada baiknya digunakan untuk hal positif lainnya yang bisa membangun negara ini lebih maju.

 

Blogger news

Blogroll

About

tes