Sepertinya memang isu-isu tentang adanya mobil listrik di
Indonesia, semakin hari semakin kencang. Namun apa benar keberadaan mobil
listrik tersebut benar-benar bisa menggantikan mobil konvensional yang saat ini
sudah mulai mencapai titik stagnasi untuk bidang teknologi pembakarannya?
Mengutip dari salah seorang teman yang dikutip lagi dari
seorang alumni Mesin “Sepertinya kedepan
itu, motor bakar akan digantikan dengan hybrid, lalu ke gas, lalu ke pneumatic,
lalu hydrogen, dan yang terakhir listrik”.
Saya kaget mendengar kutipan tersebut mengingat awalnya
telah menulis juga di tulisan saya sebelumnya bahwa mobil listrik itu memang sangat cocok
untuk kendaraan dalam kota. Tetapi memang sebenarnya jauh sebelum saya menulis
tulisan tersebut, saya juga sempat berfikir apakah memang perkembangan motor
bakar akan secara langsung digantikan oleh motor listrik tanpa ada
teknologi-teknologi lainnya.
Saat saya menulis tulisan ini dan tulisan tersebut, memang
sudah beredar teknologi seperti hybrid, hydrogen, listrik, apalagi motor bakar
yang popularitasnya masih sangat tinggi. Teknologi baru yaitu Hybrid, hydrogen,
dan listrik itu masih dalam tahap pengembangan sehingga mungkin saja akan
muncul prestasi-prestasi yang belum pernah terbayangkan semuanya. Namun coba
dipikirkan secara global, yaitu dengan isu akan habisnya crude oil di bumi dan
siapa penguasa crude oil tersebut sampai saat ini. Apakah mungkin teknologi
baru tersebut dapat mengambil alih kedudukan motor bakar yang secara kasar
menggunakan minyak bumi tersebut?
Negara penguasa tersebut sampai saat ini, masih “berkiblat”
ke tenaga dan torsi yang besar yang bisa membuat mobil melaju dengan kecepatan
sangat tinggi. Mungkin sebagian orang bingung, Ferrari, Lamborghini, Maserati, dan
Bugatti itu cerminan Eropa yang mencari tenaga besar. Tapi nyatanya, Eropa
mulai berlomba-lomba menciptakan mobil yang irit. Nyatanya, mereka mulai
memaksimalkan kapasitas mesin yang kecil untuk menghasilkan tenaga besar.
Selain itu teknologi hybrid dan listrik sudah mulai dikembangkan disana.
Bagaimana dengan Asia? Entah mengapa pentingnya efisiensi mulai mendunia tidak
lain adalah karena Jepang. Entah memang Jepang yang tidak mampu untuk membuat
mobil bertenaga besar dan bersaing dengan mobil non-Asia atau memang ingin
menginovasikan hal yang berbeda.
Pernahkan Anda mendengar mengenai penemuan atau pengembangan
bahan bakar alternative non-fosil. Apakah penemuan atau pengembangan tersebut “booming”?
Padahal dari isu beredar, kita sudah sangat memerlukan bahan bakar/energy alternative,
namun nyatanya? Di Indonesia sendiri, sudah ada yang bisa mengestrak hydrogen menjadi
energy alternative. Bukankah sedemikian pintar orang Indonesia itu. Bayangkan
ilmuwan-ilmuwan lainnya baik yang didalam maupun luar negeri, namun hampir jarang
terdengar hasil riset mereka menjadi “booming” padahal dari isu yang beredar,
riset mereka seharusnya sangat diapresiasi mengingat urgensi dari penilitian
mereka.
Itu merupakan salah satu bentuk nyata bahwa sama sekali
tidak ada kekhawatiran akan “habisnya” minyak dunia. Seperti azas ekonomi,
semakin banyak permintaan, barang semakin sedikit, harga semakin naik. Bukankah
itu yang sebenarnya diinginkan? Jadi wajar saja perkembangan sumber daya dari
kendaraan tidak bisa secara drastic meninggalkan minyak bumi ini. Baik secara sadar
maupun tidak, memang teknologi didunia itu ada yang mengatur arahnya baik
secara paksa maupun tidak.
Sesungguhnya keberadaan mobil listrik sebagai mobil “utama”
itu masih jauh perjalanannya, bukan karena sumber daya manusia yang tidak bisa
mengembangkan teknologi ataupun kesiapan produsen maupun pihak ketiga,
melainkan ada “pengaturan” global yang tidak bisa dihindari.
Tambahan : Wah ada
gas. Berarti ada saatnya Tugas Akhir yang gue kerjain berguna dong buat nusa
bangsa haha :D