Monday, November 28, 2011

Kebutuhan atau Keinginan?

Di Negara tercinta yaitu Indonesia ini, memang merupakan sasaran pasaran yang “empuk” dari seluruh dunia. Kalau kita tengok kebelakang, banyak produsen-produsen ternama dunia (pastinya produknya tidak murah) yang akhirnya biasa kita lihat sehari-hari di jalanan. Sebenarnya apakah memang mereka para produsen tersebut memberikan produk berkualitas pada masyarakat dengan cara penjualan yang mengikat hati masyarakat Indonesia atau memang masyarakat Indonesianya sendiri yang konsumtif akan barang-barang tersebut. Apakah masyarakat kita itu butuh atau hanya sekedar keinginan?


 “Nafsu Memiliki Telepon Pintar” (Kompas, 26 November 2011, hal 1) ini menjelaskan dibukanya pembelian salah satu merek handphone terkenal dengan potongan 50% untuk 1.000 pembeli pertama. Sebenarnya ini tidak masalah jika antusiasnya normal. Namun sebaliknya, kondisinya menurut saya luar biasa, karena saat mengantre pembelian tersebut sangat ramai dan cukup rusuh. Dikabarkan ada beberapa orang yang pingsan, luka-luka, bahkan ada yang patah kaki. Bayangkan saja, diperkirakan produk keluaran RIM tersebut telah terjual sebanyak 9,7 juta di negara kita ini

Dalam kenyataannya, saya juga masih meragukan antara fungsi sebuah ponsel. Dari banyak orang yang saya temui, mayoritas pengguna high-end phone malahan tidak bisa memanfaatkan kelebihan dari ponsel mereka. Ini menandakan bahwa ponsel yang mereka yang cukup “wah” tersebut hanya digunakan layaknya ponsel mediocre dengan balutan casing dan pride yang sangat tinggi. Memang ini tidak menjadi masalah bila masyarakat tersebut benar-benar membutuhkannya, terlebih jika ponsel tersebut merupakan kreasi anak dalam negeri. 

Sebenarnya saya masih bertanya-tanya, kemanakah larinya investor dalam negeri ini? Saya sendiri melihat teman-teman saya dari jurusan informatika sangat lihai bermain OS yang sudah ada saat ini. Apakah kita tidak mampu atau tidak diberi kepercayaan? Ini sebenarnya sulit untuk dijawab karena pandangan tiap orang tentunya berbeda-beda. Saya sendiri sampai saat ini masih menggunakan produk RIM meskipun saya juga merasakan ponsel tersebut masih belum saya gunakan dengan maksimal. Tetapi setidaknya saya menyadari ketidakberdayaan saya terhadap produk asing tersebut. Jadi sebenarnya, apakah sifat konsumtif tersebut lahir karena keterpaksaan,  ketidakberdayaan, atau harga diri?

No comments:

 

Blogger news

Blogroll

About

tes