Saturday, April 14, 2012

Dari Bahan Bakar Subsidi ke Non-Subsidi? Bagaimana Motor Anda Merespon?

Sebuah Kajian dari Divisi Kelompok Studi Sosioteknologi HMM

Peraturan pemerintah yang akan keluar membuat resah sebagian besar masyarakat. Peraturan tersebut dianggap membebani masyarakat karena diwajibkan untuk membeli bahan bakar yang lebih mahal yaitu pertamax. Meskipun dari segi ilmu mesin dengan digantinya premium ke pertamax lebih banyak positifnya, namun tetap saja dengan perbedaan harga yang cukup jauh ini menuai kontra dari mayoritas konsumennya. 
 

Latar Belakang Masalah

Kendaraan bermotor di Indonesia bisa jadi sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat secara fisik di jalanan sehingga kemacetan pun sering terjadi dalam waktu yang cukup lama.
Pemerintah menyiapkan anggaran Rp 88,90 triliun tahun ini dari proyeksi APBNP 2010. Namun anggaran subsidi BBM tersebut terancam bakal melambung hingga Rp 100 triliun jika pemerintah tak segera menerbitkan kebijakan pengetatan subsidi BBM tersebut. Diperkirakan kuota BBM bersubsidi tak akan bisa menutup kebutuhan masyarakat hingga akhir tahun ini. PT Pertamina (Persero) memperkirakan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 2010 akan mencapai 38,379 juta kiloliter. Hal ini melebihi  total kuota yang dipatok 36,5 juta kiloliter. Perkiraan konsumsi itu terdiri dari atas premium 23,129 juta kiloliter, minyak tanah 2,389 juta kiloliter, dan solar 12,859 juta kiloliter.
Isu yang muncul untuk mengelola keterbatasan kuota premium ini ada dua :

1.    Semua kendaraan roda empat dengan pelat hitam, dilarang menggunakan BBM bersubsidi
2.    Melarang mobil produksi 2005 ke atas menggunakan BBM nonsubsidi.
3.    Pengalihan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas

Isu yang akan dibahas hanya opsi pertama dan kedua mengingat pengalihan bahan bakar minyak menjadi gas masih baru dan sangat controversial. Dari kedua pilihan yang ada tersebut, pilihan yang ke-dua merupakan sebuah isu yang sangat menyebar luas dimasyarakat mengingat isu tersebut telah dikaji oleh ESDM dan UI. Dari opsi pertama diperkirakan bisa menghemat BBM bersubsidi sekitar 14 juta kiloliter. Jumlah itu lebih besar daripada yang dihasilkan dari opsi kedua yang hanya menghemat BBM bersubsidi sekitar 9 juta kiloliter. Bagi pemerintah sendiri, lebih memilih ke opsi yang ke-dua mengingat jumlah produksi dan penjualan kendaraan bermotor meningkat signifikan pada tahun 2005.

Mengingat besarnya kemungkinan pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai subsidi BBM ini, maka masyarakat lebih mengenal mengenai opsi ke-dua tersebut. Tentu saja ini menimbulkan beberapa pertanyaan bagi sebagian besar masyarakat, antara lain yaitu apakah kendaraan roda empat ini cocok jika menggunakan bensin selain premium, mengingat produk kendaaran diatas tahun 2005 itu mempunyai karakter mesin yang variatif, apakah mesin yang biasa digunakan premium akan aman jika digunakan pertamax atau pertamax plus maupun sebaliknya, efek apa saja yang akan timbul jika sering gonta-ganti bahan bakar.  Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas dalam tulisan singkat ini.

Pembahasan

Bahan Bakar Bensin

Bensin ialah sebuah zat cair yang tersusun  oleh hidrokarbon alifatik yang diperkaya dengan iso-oktana atau benzena untuk menaikkan nilai oktan. Untuk di Indonesia sendiri, sudah diberlakukan BBM tanpa timbal(Pb). Timbal merupakan sebuah zat adiktif yang dicampurkan kedalam cairan bensin untuk mengubah energi aktivasi pembakaran sehingga pembakaran lebih mudah terjadi. Namun, gas buang yang dihasilkan oleh pembakaran tersebut tidak sehat karena mengandung Pb yang dapat menganggu kesahatan makhluk hidup. Zat adiktif lainnya antara lain tetraethyl lead (TEL, Pb(C2H5)4) ,  MTBE (methyl tertiary butyl ether, C5H11O) atau etanol Etanol sendiri dapat dikategorikan sebagai bahan bakar alternatif mengingat jumlah parsial dalam larutannya bersama bensin yang cukup besar dibandingkan zat lainnya.
Nilai oktan sebuah bahan bakar yang paling umum di seluruh dunia adalah nilai Research Octane Number (RON). RON ditentukan dengan mengisi bahan bakar ke dalam mesin uji dengan rasio kompresi variabel dengan kondisi yang teratur dalam keadaan tanpa beban. Nilai RON diambil dengan membandingkan campuran antara iso-oktana dan n-heptana. Misalnya, sebuah bahan bakar dengan RON 88 berarti 88% kandungan bahan bakar itu adalah iso-oktana dan 12%-nya n-heptana.
Berikut adalah beberapa data mengenai nilai oktan bahan bakar turunan bensin.

Pertamina
Premium  Oktan 88
Pertamax Oktan 92
Pertamax + Oktan 95
Pertamax Racing Oktan 100

Petronas 
Primax 92 Oktan 92
Primax 95 Oktan 95

Shell
Super 92 Oktan 92
Super Extra 95 Oktan 95

Total
Performance 92 Oktan 92
Performance 95 Oktan 95

Kompresi Mesin VS Nilai Oktan

Kompresi mesin atau lebih tepatnya rasio kompresi mesin adalah perbandingan volume ruang bakar (saat piston berada di puncak atas / titik mati atas) dengan keseluruhan ruang silinder piston (ruang bakar dan ruang kompresi). Misal perbandingan mesin Supra X adalah 9.0:1 artinya perbandingan Vt/Vb=9. Makin tinggi nilai Vt/Vb maka tenaga yang dapat dihasilkan mesin akan semakin besar, karena pemampatan udaranya semakin baik. 

Gambar 1. Perbandingan Gerak Torak dengan Kompresi.
Sumber:http://assets.kompas.com/data/photo/2011/01/18/1801046620X310.jpg


Hubungan antara kompresi mesin dan nilai oktan bahan bakar yang dibutuhkan adalah sebanding yakni semakin besar  kompresi mesin maka semakin besar pula nilai  oktan bensin yang dibutuhkan sebagai bahan bakarnya. Hal ini juga berlaku sebaliknya.

Penjualan kendaraan bermotor sesungguhnya memiliki data spesifikasi mengenai mesin seperti rasio kompresinya, namun mayoritas konsumen mengacuhkan informasi berharga ini. Selama ini, konsumen hanya menggunakan informasi yang beredar dimasyarakat mengenai bahan bakar yang digunakan oleh kebanyakan orang untuk jenis kendaraan bermotor yang telah dibeli tersebut. Padahal, dengan melihat rasio kompresinya, konsumen dapat menentukan sendiri bahan bakar yang bisa digunakan. Akibatnya, banyak konsumen yang kurang tepat dalam mengisi bahan bakar kendaraannya. Banyak kendaraan yang mengantri di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) pada bagian premium, padahal jika diperhatikan secara seksama, tidak semua kendaraan yang mengantri tersebut cocok menggunakan premium, dan sebaliknya ada kendaraan yang mencoba mengisi dengan pertamax atau pertamax plus, padahal jenis karakter mesinnya sudah cukup untuk diisi dengan premium. Kejadian ini bisa terjadi karena memang factor ekonomi, kebanggan, ataupun ketidaktahuan pemilik kendaraan. Berikut adalah data perbandingan rasio kompresi sebuah merek motor terkenal di Indonesia:


Gambar 2. Kompresi pada Motor.
Sumber: http://business-with-me.wetpaint.com/page/Daftar+Rasio+Kompresi+Berbagai+Merk+Motor+%26+Mobil

Selain itu data perbandingan kompresi mesin dan jenis bahan bakar yang digunakan secara umum adalah sebagai berikut:
 
Gambar 3. Perbandingan Jenis Bensin, Angka Oktan, dan Rasio Kompresi.
http://business-withme.wetpaint.com/page/Daftar+Rasio+Kompresi+Berbagai+Merk+Motor+%26+Mobil

Dari contoh table diatas, dapat secara sederhana mengenai bahan bakar yang cocok untuk motor kita. Sebagai contoh, Motor Yamaha Vega-R menggunakan premium, Yamaha Jupiter-Z menggunakan Pertamax, Yamaha V-Ixion mengunakan Pertamax plus. Sebenarnya jika dilihat lebih lanjut, rasio kompresi bukan satu-satunya penentu dalam memilih bahan bakar yang dibutuhkan, masih ada faktor lain seperti: Bentuk ruang bakar, desain mesin, bentuk kepala piston, perbandingan campuran bahan bakar, aliran masuk bahan bakar (dan manajemen alirannya serta fitur seperti cyclone, valve deactivation, variable valve timing, turbocharger /supercharger, gasoline direct injection, dll) juga bisa mengubah kebutuhan oktan naik/turun. Namun hanya dengan melihat rasio Kompresi pada data spesifikasi kendaraan, bisa diperkirakan  jenis bahan bakar yang dibutuhkan.

Kesesuaian Bahan Bakar dengan Karakter Mesin

Ketidaksesuaia antara penggunaan bahan bakar dengan karakter mesin dapat memberikan dampak yang tidak baik bagi kendaraan. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Mesin yang diberi oktan terlalu rendah atau mesin yang diberi oktan terlalu tinggi.


  
Gambar 3. Kepala piston yang bolong akibat knocking 

Dampak pemberian Oktan lebih rendah daripada spesifikasi motor bakar :
1.    bensin terbakar terlalu cepat dan bukan disebabkan oleh percikan api dari busi melainkan dari tekanan yang tinggi.
2.    Biasanya busi akan memercikkan api pada saat piston berada pada titik mati atas (TMA). Pada kasus ini bensin telah terbakar sebelum piston sampai pada TMA. Akibatnya kepala Piston yang akan memuju ke ruang bakar akan dipukul keras oleh energi pembakaran yang berasal dari ruang bakar. Kejadian seperti ini jika terjadi terus menerus pastinya akan merusak bagian mesin seperti piston, dinding silinder, dan klep.
3.    pembakaran prematur ini juga dapat mengurangi efisiensi kendaraan karena ekspansi gas terjadi mendahului waktu ekspansi yang seharusnya terjadi yaitu yang dibutuhkan untuk mendorong piston turun.

Dampak pemberian Oktan lebih tinggi daripada spesifikasi motor bakar :
1.    cara ini tidak membuat performa mesin meningkat secara signifikan dan tidak sebanding dengan harga yang diberikan
2.    Bensin terbakar lebih lambat, sehingga pembakaran tidak sempurna  pada ruang bakar menjadi besar. Akibatnya malah dapat menimbulkan polusi karena meningkatnya emisi gas Co dan CO2.
3.    Efisiensi mesin berkurang, karena tidak semua bahan bakar dikonversi menjadi tenaga.
4.    semakin tinggi nilai oktan maka semakin lambat BBM tersebut terbakar dan semakin sulit juga menguap , BBM yang gagal terbakar akibat oktan terlalu tinggi menyebabkan kerak & penumpukan pada ruang bakar atau pada klep/ valve, leher piston, busi.

Teknologi sistem injeksi

Seiring berjalannya teknologi pada mesin kendaraan, karburator yang awalnya merupakan sebuah alat untuk mencampurkan bensin dengan udara dengan keterbatasannya, mulai diambil alih oleh sistem injector. Sistem ini sebenarnya sudah lama dikembangkan namun untuk keterbuatan dan pasarnya masih sangat sulit mengingat harga produksi pada zaman dikembangkan dahulu sekitar tahun 1980-an sangat mahal.


Gambar 4. Karburator
Sumber : http://uli88.files.wordpress.com/2010/03/carburetor.jpg

Sesungguhnya, dengan keberadaan sistem injeksi ini, bisa digunakan bensin dengan oktan berbagai jenis. Sistem ini tidak terhubung dengan langsung dengan putaran mesin, tetapi terhubung dengan beberapa bagian lainnya seperti sensor pada ruang bakar, putaran mesin, gaya pengemudi membawa mobil, dan sensor pada pedal gas. Semua bagian tersebut dihubungkan ke ECU (electrical computer unit) yang merupakan otak yang akan salah satunya akan mengatur sistem injeksi tersebut.
 

Gambar 5. Injektor
Sumber : http://www.werkzeugeonline.eu/media/sales/Produktbilder/Injektor.jpg

ECU tersebut memperhitungkan semua kondisi pada bagian tersebut yang akan mengubah besaran dan perlakuan bahan bakar yang akan dibakar pada injektor sehingga perbedaan oktan bisa diatasi dengan adanya ECU tersebut.Untuk versi murahnya, bisa menggunakan pigibek yaitu memanipulasi kerja ECU.


Hasil Diskusi

Di tahun 2011 ini, isu mengenai pengalihan penggunaan bahan bakar dari premium ke pertamax atau pertamax plus ini ditanggapi secara negative jika dilihat dari kacamata sosialnya. Dari segi ilmu mekanika, kendaraan pribadi yang umumnya diproduksi ditahun 2011 sudah menerapkan sistem injeksi bahan bakar ini tidak menunjukkan masalah yang berarti. Dari beberapa aspek detailnya, bahkan naiknya konsumsi oktan pada ruang bakar akan berdampak positif. ECU standar bawaan pabrik pada mobil standar tentu saja sangat terbatas kerjanya sehingga ECU tersebut hanya bisa bekerja maksimal disalah satu oktan saja yang berarti fleksibilitas ECU tersebut cukup kecil. Untuk ECU pada oktan 88, bisa digunakan dioktan 90 atau 92. Tentu saja terjadi peningkatan performa hanya saja efisiensi akan menurun. Selain itu, emisi gas buang akan lebih bersih dan kondisi ruang bakar akan lebih bersih.




No comments:

 

Blogger news

Blogroll

About

tes